Hadits Abu Ruqoyyah Tamim:
عَنْ أَبِي رُقَيَّةَ تَمِيمٍ بْنِ أَوْسٍ الدَّارِيِّ أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الدِّينُ
النَّصِيحَةُ - ثَلاَثاً- قُلْنَا لِمَنْ قَالَ لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ
وَلِرَسُولِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ (رواه مسلم)
“dari Abu Ruqoyyah Tamim bin Aus
adDaari bahwasanya Nabi shollallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: Agama
ini adalah an-Nashiihah –beliau mengucapkan tiga kali-. Kami (para
Sahabat) berkata: Untuk siapa wahai Rasulullah? Rasul menjawab: untuk
Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, Pemimpin kaum muslimin, dan seluruh kaum
muslimin” (H.R Muslim, Abu Dawud)
PENGULANGAN KALIMAT
Ucapan Nabi : “agama ini adalah anNashiihah” sebanyak
tiga kali adalah berdasarkan riwayat Abu Dawud dan atTirmidzi,
sedangkan menurut riwayat Muslim hanya disebutkan satu kali
MAKNA anNashiihah
AnNashiihah secara bahasa bisa bermakna :
- Memurnikan; membersihkan.
- Memperbaiki; menambal kekurangan (disarikan dari perkataan al-Khotthoby).
anNashiihah adalah
lawan dari sikap khianat dan tipu daya. Kalau khianat dan tipu daya
berarti ketidakcocokan antara sesuatu yang ditampakkan (lahiriah) dengan
sesuatu yang disembunyikan (terpendam dalam hati dan direncanakan
selanjutnya), maka anNashiihah adalah kejujuran dan keikhlasan;
sama antara lahiriah (yang diucapkan, dikerjakan, dan ditampakkan)
dengan batiniah (yang terdapat dalam hati).
AnNashiihah juga bermakna kemurnian niat dan tekad untuk memberikan kebaikan kepada obyek penerima tanpa ada tendensi/ kepentingan lain.
AnNashiihah kepada Allah
Sikap memurnikan tauhid kepada Allah dalam :
- Rububiyyah : meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya Rabb (Pencipta, Penguasa, dan Pengatur) seluruh makhluk.
- Uluhiyyah : beribadah hanya kepada Allah dan meninggalkan peribadatan kepada selain Allah.
- Asma’ Was-Sifaat : meyakini bahwa Allah memiliki Nama-Nama dan Sifat-Sifat yang penuh dengan kesempurnaan, terjauhkan dari segala aib dan kekurangan. Menetapkan bagi Allah Nama dan Sifat-Sifat yang Allah tetapkan dalam AlQuran maupun melalui lisan Rasul-Nya dalam Sunnah yang shahihah tanpa :
- Tahriif :memalingkan lafadz atau maknanya kepada yang lain
- Ta’thiil : menolak/ meniadakan Nama dan Sifat-Sifat itu.
- Takyiif : menanyakan kaifiyatnya (bagaimana atau seperti apa).
- Tamtsiil : menyamakan/ menyerupakan dengan makhluk.
Sudah terkandung dalam makna anNashiihah kepada
Allah itu : mencintai Allah di atas segala-galanya, mencintai dan
membenci sesuatu karena Allah, menjalankan ketaatan kepada-Nya, menjauhi
laranganNya, membenarkan khabar dariNya, dan seterusnya.
AnNashiihah kepada Kitab Allah
Beriman bahwa Kitab Allah itu adalah Kalam (Firman
; Ucapan) Allah yang mengandung khabar-khabar yang benar, hukum-hukum
yang adil, kisah-kisah yang bermanfaat. Berupaya kuat untuk :
- Mempelajari al-Qur’an (cara membaca yang benar, makna-makna dan tafsirnya).
- Menghayati dan tadabbur terhadap makna-maknanya.
- Menjaga al-Qur’an (menjaga kemurniannya dan berusaha menghafalnya).
- Mengajarkan dan mendakwahkan al-Qur’an sesuai dengan kemampuannya.
- Mengamalkan isi dan kandungan al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari.
AnNashiihah kepada Rasul
Beriman bahwa beliau adalah Rasul dan hamba Allah. Menghormati dan mencintai beliau (Nabi Muhammad shollallaahu ‘alaihi wasallam) di
atas kecintaan kepada manusia lain. Kecintaan kepada Rasul ini adalah
kecintaan karena Allah, bukan cinta tandingan bagi Allah. Mendahulukan
ucapan Rasul di atas ucapan manusia lain. Menjalankan Sunnahnya
(menjalankan perintah dan menjauhi larangannya), serta menjauhi
kebid’ahan (tidak beribadah kepada Allah kecuali dengan yang beliau
syariatkan). Membenarkan kabar yang datang dari beliau melalui
hadits-hadits yang shahih sekalipun tidak terjangkau nalar/ akal
pikiran.
AnNashiihah kepada Pemimpin Kaum Muslimin (Pemerintah Muslim)
Mengakui kepemimpinannya, mentaati
perintahnya selama tidak dalam kemaksiatan kepada Allah, menjaga
kehormatan dan kewibawaannya di hadapan rakyat, membantu mensukseskan
kebijakan-kebijakannya yang ma’ruf, memberikan nasehat kepadanya secara diam-diam dengan cara yang beradab (sesuai hadits ‘Iyaadh bin Ghonm), sabar terhadap kekurangan dan kedzaliman yang ada padanya, berdoa kepada Allah untuk kebaikan mereka (para pemimpin).
اتَّقُوا اللَّهَ رَبَّكُمْ
وَصَلُّوا خَمْسَكُمْ وَصُومُوا شَهْرَكُمْ وَأَدُّوا زَكَاةَ
أَمْوَالِكُمْ وَأَطِيعُوا ذَا أَمْرِكُمْ تَدْخُلُوا جَنَّةَ رَبِّكُمْ
Taatlah kepada Allah Rabb kalian, sholatlah lima waktu, puasalah di bulan kalian (Ramadlan), tunaikan zakat harta kalian, taatilah pemimpin kalian, niscaya kalian masuk surga (dari) Rabb kalian (H.R atTirmidzi)
مَنْ رَأَى مِنْ أَمِيرِهِ شَيْئًا يَكْرَهُهُ فَلْيَصْبِرْ
Barangsiapa yang melihat sesuatu yang tidak ia sukai pada pemimpinnya, maka hendaknya bersabar (H.R alBukhari dan Muslim)
Seseorang bertanya kepada Sahabat Nabi Ibnu Abbas tentang beramar ma’ruf nahi munkar terhadap pemimpin. Ibnu Abbas menjawab:
فَإِنْ كُنْتَ لاَ بُدَّ فَاعِلاً فَفِيمَا بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ
Jika engkau harus melakukannya, maka
lakukanlah dengan penyampaian yang hanya antara engkau dan dia saja
yang tahu (riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnafnya).
AnNashiihah kepada Semua Kaum Muslimin
Senang kebaikan terjadi kepada saudara
sesama muslim sebagaimana kita senang hal itu terjadi pada diri kita.
Berusaha untuk menyebar kemaslahatan bagi kaum muslimin dan menjauhkan
mereka dari segala mudharat (bahaya). Menutupi aib sesama
saudara muslim. Berdakwah, menyampaikan ilmu, beramar ma’ruf dan nahi
munkar kepada mereka dengan ikhlas dan hikmah. Jika ada di antara mereka
yang berbuat kesalahan dan tidak terang-terangan dalam berbuat
kesalahan, maka dinasehati dengan cara yang baik dan secara
sembunyi-sembunyi (tidak ditampakkan kepada orang lain).
Al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata:
مَنْ وَعَظَ أَخَاهُ سِرًّا فَقَدْ نَصَحَهُ وَزَانَهُ وَمَنْ وَعَظَهُ عَلاَنِيَةً فَقَدْ فَضَحَهُ وَخَانَهُ
Barangsiapa yang memberikan nasehat
kepada saudaranya secara sembunyi-sembunyi maka sungguh ia telah
bersikap anNashiihah kepadanya dan memperindahnya. Barangsiapa yang
memberikan nasehat kepadanya secara terang-terangan, maka sungguh ia
telah membongkar aibnya dan berkhianat kepadanya (Hilyatul Awliyaa’
(9/140))
Kisah Jarir dan Komitmennya untuk Bersikap anNashiihah kepada Semua Muslim
Jarir bin Abdillah adalah salah seorang Sahabat Nabi yang mulya. Suatu hari ia perintahkan kepada maulanya untuk membeli kuda seharga 300 dirham. Maka, maulanya tersebut
kemudian mendapatkan penjual dan kudanya yang cocok dengan harga itu,
didatangkan kepada Jarir. Sang penjual sudah setuju kudanya dijual
dengan harga 300 dirham.
Ketika ditunjukkan pemilik kuda dan
kudanya itu, kemudian Jarir memperhatikan bahwa sebenarnya kuda itu
sangat bagus. Ia kemudian berkata: Wahai saudaraku, kudamu lebih tinggi
harganya dari 300 dirham, apakah kau mau aku beli dengan harga 400
dirham. Penjualnya mengatakan: terserah engkau wahai Abu Abdillah
(julukan Jarir). Jarir berpikir ulang dan menimbang, kemudian berkata
lagi : kudamu lebih baik dari 400 dirham, bagaimana kalau aku beli
dengan harga 500 dirham. Pemilik kuda berkata lagi : terserah engkau
wahai Abu Abdillah. Demikian seterusnya, Jarir menambah seratus-seratus
dirham, hingga mencapai 800 dirham.
Setelah selesai transaksi, orang yang
keheranan dengan sikap Jarir tersebut menanyakan mengapa Jarir berbuat
demikian. Akhirnya Jarir berkata : Sesungguhnya aku telah berbaiat
kepada Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam untuk bersikap
anNashiihah kepada setiap muslim (Syarh Shahih Muslim karya anNawawy juz 2 halaman 40, dinukil ringkasan dari riwayat atThobarony).
Sumber Bacaan :
Syarh al-Arbain anNawawiyyah dari
para Ulama’ (Ibnu Rojab al-Hanbaly, Ibnu Daqiiqil Ied, Syaikh as-Sa’di,
Syaikh al-Utsaimin, Syaikh Sulaiman alLuhaimid)
0 komentar:
Posting Komentar